Sebelum kita masuk lebih jauh dalam membahas dunia digital cinema, pertama-tama mari kita dengarkan dahulu pendapat seorang sutradara hollywood terkenal, yakni George Lucas. Om Lucas berkata bahwa film-film yang berkembang sekitar abad ke-19 dikembangkan dari sebuah teknologi fotografi dengan menggunakan pita seluloid untuk menangkap dan merekam gambarnya. Akantetapi pada akhir abad 20 an telah ditemukan pengganti pita seluloid. Pengganti pita seluloid tersebut adalah teknologi digital yang mulai digunakan untuk penggarapan sebuah film di televisi dan di bioskop.

Sebelum lebih lanjut akan dijelaskan apa sich digital cinema itu??
DIGITAL CINEMA: VIRTUAL SCREENS.
Digital Cinema adalah sebuah konsep, sebuah sistem yang lengkap, meliputi seluruh rantai produksi film dari akuisisi dengan kamera digital untuk pasca-produksi, distribusi ke semua pameran, dengan bit dan byte bukan 35mm gulungan '(Michel 2003). Proses transfer ke format HD melalui proses cetak yang disebut dengan proses blow up. Setelah menjadi format HD, penayangan film dilakukan dari satu tempat saja, dan dioperasikan ke bioskop lain dengan menggunakan satelit, sehingga tidak perlu dilakukan salinan film. Contohnya, dari satu bioskop di Jakarta, film dapat dioperasikan atau diputar ke bioskop-bioskop di daerah melalui satelit.

Kalau ada yang bertanya bagus mana, ya tinggal kita lihat aja di atas, apalagi penggemar film berat yang suka menonton di bioskop yang sering Up To Date yang tinggal di daerah terpencil yang jauh dari keramaian kota(gak mungkin banget ya). pasti akan memilih digital cinema tersebut.

Perangkat apa aja yang digunakan untuk pembuatan film tersebut, ini senjata yang sering digunakan untuk melakukan aktifitas pembuatannya:
1. Kamera

Pada tahun 2007, medium pengalihan paling umum bagi fitur yang ditayangkan secara digital adalah pita film 35 mm yang dipindai dan diproses pada resolusi 2K (2048×1080) atau 4K (4096×2160) lewat penengah digital. Kebanyakan fitur digital saat ini sudah bisa merekam pada resolusi 1920x1080 menggunakan kamera seperti Sony CineAlta, Panavision Genesis atau Thomson Viper. Kamera-kamera baru seperti Arriflex D-20 dapat menangkap gambar dengan resolusi 2K, dan kamera bernama Red One keluaran perusahaan Red Digital Cinema Camera Company dapat merekam dengan resolusi 4K. Penggunaan proyeksi 2K pada sinema digital telah mencapai lebih dari 98 persen. Baru-baru ini perusahaan Dalsa Corporations Origin mengembangkan kamera yang dapat merekam dengan resolusi 4K RAW. Selain itu, ada jenis kamera lain yang dapat merekam dengan resolusi 5K RAW seperti RED EPIC. Ada juga kamera yang dapat merekam dengan resolusi 3K RAW (untuk menyesuaikan dengan anggaran pembuat film ) seperti RED SCARLET.

2. Proyektor
Untuk menayangkan sinema digital, diperlukan proyektor yang berbeda dengan proyektor untuk menayangkan sinema konvensional. Terdapat dua jenis proyektor yang dapat digunakan untuk menayangkan sinema digital, yaitu proyektor DLP dan DCI. Proyektor DLP memiliki resolusi 1280×1024 atau setara dengan 1.3 megapiksel. Sedangkan proyektor DCI memiliki dua jenis spesifikasi, yaitu 2K (2048×1080) atau setara 2.2 MP pada 24 atau 48 bingkai dan 4K (4096×2160) atau setara dengan 8.85 MP pada 24 bingkai per detik. Proyektor DLP dikembangkan oleh perusahaan Texas Instrument. Ada tiga pabrik yang telah memiliki lisensi untuk memproduksi teknologi sinema DLP yaitu Christie Digital Systems, Barco, dan NEC. Christie, yang telah lama berdiri sebagai pabrik teknologi proyektor sinema konvensional, adalah pembuat proyektor CP2000—bentuk dasar proyektor yang paling banyak tersebar secara global (total kira-kira 5,500 unit). Barco meluncurkan seri DLP dengan resolusi 2K yang masih kalah dengan proyektor sinema digital DCI. Barco juga merancang dan mengembangkan produk proyektor dengan tingkat visualisasi berbeda bagi pembuat film profesional. NEC memproduksi Starus NC2500S, NC1500C dan NC800C proyektor 2K bagi layar kecil, medium dan besar. NEC juga memproduksi sistem penyedia sinema digital Starus dan alat-alat lain untuk menghubungkan dengan computer, tape analog atau digital, penerima satelit, DVD dan lain-lain. Sementar NEC adalah pendatang baru dalam industri proyektor sinema digital, Christie adalah pemain utama dalam pasar Amerika Serikat. Sedangkan Barco memimpin pasar Eropa dan Asia. Ketika perusahaan Texas Instrument pertama kali memperkenalkan teknologi proyektor 2K, perusahaan proyeksi digital merancang dan menjual banyak unit proyektor sinema digital DLP. Ketika proyektor dengan resolusi melebihi proyektor 2K dikembangkan, pasar mulai menawarkan proyektor berbasis DLP bagi tujuan non-sinema. Pada januari 2009, lebih dari 6000 sistem sinema digital berbasis DLP dipasang di seluruh dunia, di mana sebanyak 80 persen berlokasi di Amerika utara.
Teknologi penayangan sinema digital lainnya dibuat oleh perusahaan Sony dan diberi label teknologi "SXRD" . Proyektor-proyektor SXRD seperti SRXR210 dan SRXR220, menawarkan resolusi 4096x2160 (4K) dan memiliki piksel empat kali lebih banyak dari pada proyektor 2K. Proyektor sinema digital Sony juga memiliki harga yang kompetitif dengan proyektor DLP 2 K yang memiliki resolusi lebih rendah (2048x1080 atau setara dengan 2.2 megapiksel).

3. Sound System
Terintegrasi dengan mudah dengan otomatisasi yang ada dan sistem suara, memberikan kualitas gambar dan suara yang luar biasa menakjubkan.Dan Dolby Digital Cinema memenuhi spesifikasi kunci DCI sambil memberikan operasi sederhana, kehandalan yang luar biasa, dan tingkat keamanan tertinggi dalam bisnis. Sistem ini server digital pertama untuk mencapai Federal Information Processing Standards (FIPS) Tingkat 3 sertifikasi, memastikan tingkat tertinggi perlindungan anti pembajakan sebagaimana ditentukan oleh DCI.

Proses pasca-produksi sinema digital
Pada proses pasca produksi, negatif film pada kamera asli dipindai menjadi format digital pada pemindai resolusi tinggi. Dengan teknologi digital, data dari kamera gambar bergerak bisa diubah menjadi format berkas gambar yang enak untuk ditonton. Semua berkas gambar dapat dikoreksi agar cocok dengan daftar edit yang dibuat oleh editor film. Hasil akhir proses pasca produksi adalah penengah digital yang digunakan untuk memindahkan rekaman gambar bergerak pada film ke sinema digital. Semua suara, gambar, dan elemen data produksi yang telah dilengkapi dapat dipasang pada pusat distribusi sinema digital yang berisi semua material digital yang harus ditayangkan. Gambar dan suara kemudian dimampatkan dan dikemas dalam bentuk kemasan sinema digital (dalam bahasa inggris: Digital Cinema Package atau DCP.

Nah dari pernyataan tersebut saya memiliki kesimpulan yaitu:
1. tidak semua bisa menikmati new media ini, karena terbatasnya media yang digunakan
2. tidak semua bioskop di Indonesia dapat menayangkan film yang berformat digital

Dari sini mari kita bersama-sama berharap kedepannya kita dapat menikmati digital cinema ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Navigation

Total Pageviews

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Pengikut